Mengapa Melupakan Sejarah?

Ilutrasi sejarah (Pixabay)
Sjarifuddin Hamid
Lulusan Jurusan Hubungan Internasional, FISIP-UI. Pernah bekerja pada beberapa surat kabar nasional.
AYOBANDUNG.COM--Tahun lalu, sempat ramai diperdebatkan tentang adanya rencana mengurangi porsi atau menghapus mata pelajaran sejarah dari kurikulum. Belakangan, perdebatan menyurut dan rencana itu tak terdengar lagi.
Ilmu sejarah seringkali dipandang kurang ‘gagah’ dibandingkan ilmu komputer, matematik, statistik, metalurgi dan seterusnya. Ilmu sejarah dianggap hanya mempelajari masa lalu, padahal di masyarakat berlaku pemeo yang lalu biarkan berlalu.
Bila dikaitkan dengan lapangan pekerjaan, penyandang dalam ilmu sejarah secara relatif akan kalah bersaing. Peluang kerja lebih sempit dari yang lain.
Bila ditimbang secara keseluruhan, ilmu sejarah kurang peminat. Penyebabnya selain persepsi masyarakat terhadap ilmu sejarah, juga lantaran di awal pengenalannya ada semacam kedangkalan akibat perhatian siswa hanya difokuskan kepada tokoh, lokasi, tahun dan yang bersifat hafalan.
Perang di Surabaya pada 10 November 1945 dibahas kurang dari sepuluh baris, akibatnya tidak menimbulkan kesan dan pesan yang berarti. Padahal di situ ada aksi heroik bersenjata dan pengorbanan nyawa demi menolak kedatangan tentara Inggris dan Gurkha yang ingin menguasai the greater Surabaya. Bahkan Jawa Timur menggantikan Belanda.
Menganalisa
Sangat benar bila sejarah bukan alat untuk meramal masa depan. Tetapi apakah salah jika peristiwa sejarah dianalisa guna menemukan pola-pola ulangan agar tidak terjebak dengan persoalan yang sama di masa depan?
Mengabaikan fungsi analisis sejarah sangat berisiko. Memang Jepang pergi, Inggris juga pergi, tetapi kemudian datang lagi dengan cara yang berbeda. Kedatangan mereka yang kedua diterima dengan baik lantaran ingin bekerjasama lewat IGGI, CGI dan perjanjian bilateral dengan memberi pinjaman serta hibah.
Pengabaian tersebut mungkin menyebabkan pengabaian atau alpa atas motif abadi mereka. Mengeksplor pasar domestik, sumber daya alam dan menancapkan pemahaman liberal.
Pengabaian untuk menganalisa analisa sejarah juga meluluhkan semangat nasionalisme. Padahal semangat ini memperlancar pembangunan, meniadakan korupsi dan memperkokoh NKRI.
Kehilangan semangat nasionalisme menyebabkan hilangnya sikap kritis dan keberanian menolak jika bertentangan dengan semangat para pendiri negara.
Dewasa ini, membangkitkan semangat nasionalisme juga seperti menegakkan benang basah. Belum apa-apa sudah dijuluki nasionalisme sempit.
ayo baca
Sadarkah dunia? Tujuan NATO tetap dipertahankan, sekalipun Pakta Warsawa sudah dibubarkan, adalah juga mengawasi kebangkitan semangat nasionalisme. Misalnya, ada negara yang ingin mengurangi ketergantungan terhadap dolar AS.
Laris di Barat
Yang menarik, ilmu sejarah masih mendapat tempat di Barat sekalipun pada saat yang sama temuan-temuan di bidang pengetahuan dan teknologi memuncak. Sungguhpun sudah ada helikopter yang terbang di planet Mars.
Salah satu karya unggulan dihasilkan pengajar sejarah di Universitas Harvard, Graham T Allison. Dalam bukunya Destined for War : Can America and China Escape Thucydides’ Trap?
Allison tidak melihat prospek perang Amerika Serikat – China dari persaingan di bidang teknologi tinggi, perdagangan dan perluasan wilayah serta pengaruh. Melainkan dari aspek sejarah yakni, persaingan Athena dengan Sparta. Dua negara kota yang bertetangga.
Athena adalah negara yang berkuasa dan makmur. Idealisme dan pengaruhnya meluas ke kawasan sekitar. Sementara Sparta baru tumbuh dan memiliki tentara yang kuat. Athena mencemaskan pertumbuhan Sparta.
Akhirnya perang benar-benar terjadi (499 sebelum Masehi-449 sebelum Masehi). Sparta menang dan Athena hancur luluh.
Perang Peloponnesia ini diabadikan Thucydides (460 SM-400 SM), seorang sejarawan Yunani, yang melihatnya dari aspek penyebab, aliansi kedua pihak dan peperangan itu sendiri.
Allison menyebut dalam 500 tahun terakhir terdapat pola seperti Athena-Sparta. Satu negara yang sudah berkuasa khawatir disaingi negara lain yang tengah tumbuh. Dari 16 pola itu, empat berakhir damai sedangkan 12 berujung peperangan. Inilah yang disebutnya Thucydides Trap.
Sebagaimana dikemukakan di atas, sejarah berperan menjejaki apakah ada pola-pola ulangan yang bisa dipakai untuk melihat masa depan. Dalam hal ini buku Allison adalah hubungan antara Amerika Serikat dengan China.
ayo baca
Kita pun dapat menggunakan sejarah untuk menemukan pola-pola ulangan. Yang pasti adalah tidak baik untuk melupakan baik sejarah para pemimpin karena dari mereka bisa didapat keteladanan.
Tulisan adalah kiriman netizen, isi tulisan di luar tanggung jawab redaksi.