Sejumput Kisah Heroik yang Menyelimuti Tugu Pahlawan

Sejumlah pengendara melintas di sekitaran monumen Tugu Pahlawan Surabaya, Senin (8/3/2021). (AyoSurabaya.com/Praditya Fauzi Rahman)
BUBUTAN, AYOBANDUNG.COM — Pasca hari kemerdekaan Indonesia, kiranya bulan September 1945, Netherlands Indies Civil Administration (NICA) bersma Allied Forces Netherlands East Indies (AFNEI) datang ke Surabaya.
Sejumlah tentara asal Belanda dan Inggris kala itu bertugas melucuti senjata tentara Jepang pada 14 Agustus 1945 usai menyerah kepada Sekutu. Mereka dipulangkan ke negara asal yang dibarengi dengan niat ingin mengembalikan Indonesia sebagai wilayah jajahan Belanda.Upaya itu memantik emosi arek-arek Suroboyo kala itu lantaran menganggap Belanda enggan mengakui kemerdekaan Indonesia.
Emosi dan semangat kemerdekaan yang tak terbendung membuat warga Kota Pahlawan merobek sebuah bendera yang berada di Hotel Yamamoto sekitar 18 September 1945. Kala itu, warna biru pada bendera Belanda dikoyak oleh para pejuang kemerdekaan, menyisakan kibaran warna merah dan putih.
Belum rampung sampai di situ, suasana kian memanas. 27 Oktober 1945, pertempuran pertama antara tentara Inggris dan Indonesia terjadi. Pada 10 November, tahun yang sama, puncak pertempuran tecapai. Melibatkan pasukan Inggris dan milisi dari bumi pertiwi. Pertempuran itu berlangsung sekitar 3 pekan.
Akhirnya, milisi Indonesia memenangkan pertempuran dan dibangunlah Tugu Pahlawan sebagai monumen atau penanda perjuangan, mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia (RI) saat itu.
Dosen Sejarah di Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Purnawan Basundoro membenarkan hal tersebut saat dikonfirmasi AyoSurabaya.com. Alkisah, monumen Tugu Pahlawan merupakan tugu yang dibangun dalam rangka untuk memperingati pertempuran 10 November 1945.
"Bung Karno (Soekarno) ingin, agar di Surabaya diberi penanda, ya Tugu Pahlawan itu. Sehingga, pada tahun 1950 dibangun itu (Tugu Pahlawan). Dulu ada yang bilang, Tugu Pensil, ada yang bilang Tugu Terbalik juga," kata Purnawan kepada AyoSurabaya.com, Senin (8/3/2021).
ayo baca
Purnawan menambahkan, ada sejumlah kisah yang masih belum diketahui publik di balik hikayat Tugu Pahlawan. Salah satunya adalah dana yang dipergunakan untuk membangun monumen yang berlokasi di Jalan Pahlawan, Alun-Alun Contong, Kecamatan Bubutan, Kota Surabaya itu.
"Mungkin yang belum banyak diketahui adalah bahwa dana yang untuk membangun itu dari iuran masyarakat, jadi siapa pun yang menyumbang karena pada waktu itu keuangan negara dan kota tidak sebagus sekarang. Sehingga, untuk membangun itu perlu partisipasi dari masyarakat dan masyarakat mau. Saya kira, ada dari APBD, bagi saya tugu pahlawan itu adalah simbol menyatunya arek Suroboyo dengan pemerintah," sambungnya.
Menurutnya, perang yang berlangsung puluhan tahun silam itu bukanlah perang yang melibatkan para tentara saja, tetapi warga sipil juga. Antusiasme dan partisipasi warga sipil tersebut dinilai merupakan spontanitas untuk menyongsong kemerdekaan RI dari para penjajah.
Usai merdeka dan dibangun Tugu Pahlawan, desain yang dicetuskan pertama kali berasal dari arsitek atau insinyur dari pemerintah. Dalam proses pembangunan, masyarakat turut terlibat di dalamnya.
"Karena waktu itu, perang 10 November bukan perang dari tentara tapi juga masyarakat kepada Inggris dan dalam bentuk spontanitas masyarakat melawan tentara Inggris. Kemudian, diwujudkan dalam bentuk pembiayaan, walaupun memang desainya dari pemerintah," tandasnya.
Purnawan menyebut tak perlu ada perubahan wujud dari Tugu Pahlawan. Ia menyarankan hanya perlu polesan secara teratur seperti perawatan dan peremajaan saja.
"Karena itu (Tugu Pahlawan) adalah simbol dan beberapa saat dibikin usai 10 November. Saya kira, jangan dilakukan perubahan) karena akan kehilangan makna dan referensi historis. Harus tetap semacam itu, seperti aslinya, ya mungkin perlu ada penataan agar lebih menarik, yang penting jangan mengubah," tutup dia. [*]
ayo baca