Kenapa Orang Indonesia Lebih Bangga Berbahasa Asing?

Ilustrasi anak-anak di desa. (Pixabay/Sasin Tipchai)

Kenapa banyak orang Indonesia lebih bangga menggunakan bahasa asing, bahasa Inggris misalnya, ketimbang berbahasa Indonesia? Padahal mereka bukan sedang berkomunikasi dengan orang asing. Misalnya, banyak kita jumpai orang-orang melalui media sosial seperti Facebook dan Instagram yang membuat status dengan menggunakan bahasa Inggris. Padahal, teman-temannya yang rata-rata orang Indonesia tersebut belum tentu bisa memahaminya.
Saya (mau tak mau) kadang sampai berpikir begini; jangan-jangan mereka yang gemar membuat status di media sosial dengan bahasa asing tersebut karena ingin menunjukkan (memamerkan) kepintarannya. Tapi segera saya tepis pikiran semacam itu, khawatir termasuk berburuk sangka terhadap sesama. Yang (juga) menjadi ganjalan saya adalah: apakah orang Indonesia yang gemar berbahasa asing itu sudah begitu memahami bagaimana berbahasa Indonesia dengan baik dan benar?
Saya jadi teringat perkataan Nur Adji dalam buku karya Ivan Lanin (Xenoglosofilia, Kenapa Harus Nginggris? 2018). Dalam kata pengantarnya, Nur Adji menulis: orang Indonesia cenderung Xenoglosofilia, lebih senang menggunakan bahasa asing, khususnya Inggris, daripada bahasa ibunya, bahasa Indonesia, yang tidak pada tempatnya.
Meminjam pendapat Ivan Lanin, orang Indonesia cenderung merasa kurang gaya kalau tidak menggunakan atau menyelipkan bahasa Inggris dalam percakapan atau tulisannya. Kalau dari praktik penggunaan sehari-hari saja kita tidak menggunakan bahasa Indonesia, kata Ivan, bagaimana mungkin kita berharap bahasa Indonesia bakal berkembang?
Beberapa waktu lalu saya iseng mengomentari status Facebook teman saya yang baru menerbitkan sebuah buku. Jadi ceritanya, buku teman saya tersebut sudah dibaca oleh seseorang. Lalu seseorang yang merupakan orang asli Indonesia tersebut memberi komentar (cukup panjang) dengan bahasa Inggris. Iseng dan sambil bercanda, saya pun ikut mengomentari status teman saya itu. Intinya saya menanyakan arti (terjemahan) komentar berbahasa Inggris tersebut. Saya pun berpikir, kenapa sih harus komentar dengan bahasa asing sementara teman-temannya (saya yakin) banyak yang kebingungan dengan komentarnya yang “sok nginggris” itu? Tentu hanya Tuhan dan orang tersebut yang mengetahui maksud dan tujuannya, he-he-he.
Saya sangat mengerti bahwa mempelajari berbagai bahasa itu penting. Terlebih bagi mereka yang akan berkunjung atau bermukim dalam waktu lama di luar negeri. Namun, ketika kita sedang berkomunikasi dengan sesama orang Indonesia, masihkah kita merasa perlu untuk menggunakan bahasa yang bukan menjadi ciri khas kita? Apakah kita merasa begitu malu berbahasa Indonesia? Kalau malu, kenapa kita masih tinggal di Indonesia? Kenapa tak berganti kewarganegaraan saja, he-he-he.
ayo baca
Bila dicermati dengan saksama, kebiasaan orang-orang Indonesia yang lebih bangga berbahasa asing rupanya telah mewabah ke mana-mana. Perguruan tinggi, instansi, para pelaku bisnis, penulis, penerbit, hingga orang-orang yang berkecimpung di jagat pertelevisian. Banyak kita saksikan, acara-acara televisi Indonesia yang lebih memilih menamakan acaranya dengan bahasa Inggris daripada menggunakan bahasa Indonesia. Tentu realitas ini adalah sebuah ironi.
Ivan Lanin (2018) pernah mengkritisi hal tersebut. Tepatnya ketika Metro TV meluncurkan acara lawakan dengan nama “Stand-up Comedy Show” dan Kompas TV yang saat itu juga berencana menayangkan acara senada, “Stand Up Comedy Indonesia”.
Menurut Ivan, sebelum istilah asing stand up comedy ini telanjur lebih dikenal luas, ada baiknya kita pikirkan apa padanan bahasa Indonesia yang pas untuk istilah ini. Langkah pertama untuk membuat istilah adalah memahami maknanya. Secara singkat, makna leksikal stand-up comedy adalah lawakan atau komedi yang dilakukan di atas panggung oleh seorang pelawak atau komedian (comedy performed on stage by a single comedian).
Singkat kata, Ivan mengusulkan untuk menggunakan padanan lawakan tunggal untuk stand-up comedy dan pelawak tunggal untuk stand-up comedian. Namun bila ternyata komedi tunggal dan komedian tunggal lebih disukai khalayak, tak apalah. Saya sangat sependapat dengan usulan Ivan tersebut, seraya berharap para pengelola pertelevisian di negeri ini membaca dan memahami pendapat Ivan agar ke depan berusaha menamai program acara televisi dengan menggunakan bahasa Indonesia.
ayo baca
Saya berharap mudah-mudahan tulisan singkat dan sederhana ini dapat menjadi bahan renungan bersama. Lewat tulisan ini pula, saya mengajak para pembaca agar lebih bangga berbahasa Indonesia, bahasa yang menjadi pemersatu bangsa. (*)
Tulisan adalah kiriman netizen, isi tulisan di luar tanggung jawab redaksi.