Pemecatan Guru Honorer Tanpa Alasan Kuat adalah Bentuk Nyata Diskriminasi

Ilustrasi papan tulis di dalam ruang kelas sekolah. (Pixabay/Malen Monteleone)
Seandainya benar apa yang dialami oleh salah satu guru honorer di Bone, Sulawesi Selatan, sangat prihatin dengan apa yang dialami salah seorang guru honorer yang mengalami pemecatan dari satuan pendidikan tempat tugasnya mengajar gegara mem-posting honornya di salah satu media sosial.
Tidak manusiawi yang dilakukan oleh oknum kepala sekolah dengan tega memecat guru honorer tersebut. Bukankah tenaga, pikiran, dan pengabdian guru honorer sangat dibutuhkan oleh sekolah (?). Jika dibandingkan dengan pengabdiannya, sangat tidak setara hanya karena masalah sepele mengunggah honor mereka, yang hanya ratusan ribu per bulan atau bahkan sampai tiga bulan sekali dibayarkan.
Kemungkinan besar guru honorer tersebut hanya merefleksikan perasaannya sebagai salah satu upaya dari ratusan ribu bahkan sekian juta guru honorer yang ingin mengalami perubahan untuk dapat meningkatkan kesejahteraan yang lebih layak dan manusiawi.
Sangat ironis, sebagai guru atau tenaga pendidik sebuah pekerjaan yang mulia, namun masih menerima gaji yang minim dan tidak cukup untuk membiayai kebutuhan hidup sehari-hari. Masih beruntung guru honorer yang pemerintah daerahnya memperhatikan keberadaan guru honorer dengan mengalokasikan anggaran di APBD.
Seharusnya sebelum mengambil keputusan pemecatan ada tahapan-tahapan yang harus diambil, misalkan dengan teguran lisan, teguran tertulis, dan pernyataan tidak puas secara tertulis. Sebaiknya kan tabayun atau klarifikasi dahulu, bukan langsung eksekusi ambil keputusan pemecatan, ini kan tindakan sewenang-wenang yang menunjukkan arogansi kekuasaan.
ayo baca
Kepala sekolah layaknya adalah menjadi sosok orang tua (ayah, ibu) untuk setiap guru di sekolah. Seyogyanya kepala sekolah bertindak manusiawi terhadap semua guru, apalagi dengan guru honorer. Mereka sebelum ada pandemi Covid-19 pun telah mengalami pandemi finansial (keuangan) selama pengabdian mereka yang puluhan bahkan belasan tahun.
Apalagi sudah hampir setahun ini, bangsa kita terpapar pandemi Covid-19, bukannya simpati dan turut prihatin malah dipecat. Seharusnya hal seperti ini tidak perlu terjadi, karena hal ini mencerminkan adanya arogansi kekuasaan pihak sekolah. Selain itu, saat sekarang ini negeri kita Indonesia masih kekurangan guru, mengapa harus dipecat hanya karena posting gaji di medsos, sungguh memprihatinkan.
Selama ini entitas guru honorer memang mengalami berbagai diskriminasi dari berbagai penjuru. Pertama, diskriminasi dari pemerintah. Kedua, dari dalam (internal) satuan pendidikan tersebut. Ketiga, dari rekan sejawat, dan keempat dari masyarakat. Keempat penjuru negatif ini menerpa nasib dan martabat entitas guru honorer, kemanakah guru honorer mengadu, haruskah ke PBB? Kelihatannya kurang elok.
Kejadian pemecatan guru honorer ini seharusnya dapat menyentil pemangku jabatan dan pemerintah untuk segera menuntaskan masalah guru honorer untuk segera diangkat martabatnya sebagai seorang pendidik
Sudahi dan hentikan diskriminasi terhadap guru honorer. Sekarang saatnyalah kepala sekolah, rekan sejawat, masyarakat, dan pemerintah khususnya untuk lebih peduli pada pengabdian dan entitas mereka.
ayo baca
Tulisan adalah kiriman netizen, isi tulisan di luar tanggung jawab redaksi.
artikel terkait

Warnet Covid-19 Sediakan Internet Gratis Bagi Siswa

Sebuah Sekolah di Kabupaten Bandung Gelar Pembelajaran Tatap Muka

Aksi Unjuk Rasa Aliansi Rakyat Menggugat

Antisipasi Sekolah Dibuka saat Pandemi Covid-19

Lima Sekolah Paling Horor di Bandung

Tingkatkan Kerja Sama Pendidikan, Gubernur Jabar Terima Delegasi...

Siswa Sekolah

Alih Kelola Sekolah