Bahaya Penggunaan Gawai pada Remaja

Ilustrasi penggunaan gawai pada ponsel.(Pixabay)
Menurut Statista, sebuah portal statistik daring, riset pasar dan business intelligence, gawai diperkirakan telah digunakan oleh 2,32 miliar orang di seluruh dunia pada 2017 dan akan menjadi 2,87 miliar pada 2020. Dalam temuan survei yang dilakukan di 40 negara tersebut, Korea Selatan menunjukkan tingkat kepemilikan gawai tertinggi (88%) diikuti oleh Australia (77%), dan Amerika Serikat (72%).
Teknologi gawai telah berkembang pesat di seluruh dunia. Gawai yang menggabungkan layanan internet dan ponsel, menawarkan layanan yang berbeda secara kualitatif selain manfaat yang ditawarkan internet. Pesatnya perkembangan teknologi memiliki dampak positif pada pengguna yang dapat memanfaatkan gawai tidak hanya untuk membuat panggilan dan pesan, tetapi juga menggunakan berbagai jenis aplikasi pada gawai di kesehariannya. Kenyamanan, kebutuhan sosial, dan pengaruh sosial adalah beberapa faktor yang memengaruhi penggunaan gawai. Oleh karena itu, gawai saat ini telah memainkan peran penting dalam teknologi terutama di kalangan generasi muda.
Kebanyakan anak muda menonton video, mengekspresikan diri mereka, berkomunikasi dengan teman-teman, dan mencari informasi menggunakan gawai. Sementara orang tua menggunakan gawai untuk melakukan panggilan video dengan anak-anak mereka yang tinggal jauh dan untuk bermain permainan. Portabilitas dan aksesibilitas gawai memungkinkan untuk menggunakannya di mana pun dan kapan pun.
Hal tersebut menunjukkan bahwa penggunaan internet telah menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan sehari-hari. Realitas tersebut menjadi alasan mengapa pertumbuhan pengguna internet di Indonesia dari tahun ke tahun juga semakin meningkat. Menurut hasil riset kerjasama antara Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) dengan Pusat Kajian Komunikasi (PusKaKom) Universitas Indonesia, pengguna internet di Indonesia mencapai 88 juta orang (APJII, 2014).
Di Jawa Barat, persentase penduduk berumur 5 tahun ke atas yang menggunakan telepon seluler (HP) dalam 3 bulan terkahir pada tahun 2018 adalah sebanyak 72,97 persen. Sedangkan persentase penduduk berumur 5 tahun ke atas yang menguasai/memiliki HP dalam 3 bulan terakhir adalah sebanyak 65,01 persen. Persentase penduduk berumur 5 tahun ke atas yang mengakses internet (termasuk Facebook, Twitter, BBM, Whatsapp) dalam 3 bulan terakhir pada tahun 2018 adalah sebanyak 45,33 persen. Hal ini diperoleh dari data Statistik Kesejahteraan Rakyat Provinsi Jawa Barat 2018, yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Barat.
Selain kemudahan yang ditawarkan gawai dalam kehidupan kita, kita juga harus menyadari efek negatif dari penggunaan gawai yang berlebihan, yaitu kecanduan gawai. Kecanduan gawai mengacu pada ketergantungan, penggunaan gawai yang berlebihan dan tidak terkendali. Fenomena kecanduan gawai telah menjadi perhatian global karena dapat berkontribusi pada kesehatan mental yang buruk. Kecanduan gawai juga telah dikategorikan sebagai kecanduan perilaku karena ketidakmampuan pengguna untuk mengontrol penggunaannya.
Kecanduan gawai memberikan efek negatif pada fisik dan psikis. Orang yang berjam-jam menggunakan gawai tanpa pergerakkan badan yang berarti, akan membuat badannya menjadi kaku. Kecanduan gawai juga dapat memberikan efek negatif pada psikologis seseorang. Pasalnya, orang yang sudah kecanduan gawai akan merasa gelisah dan tidak tenang ketika ia tidak bisa membuka gawai walaupun hanya sebentar saja.
Remaja merupakan kelompok berisiko tinggi untuk kecanduan gawai, karena remaja sangat melekat pada gawai mereka. Remaja berada dalam fase perubahan fisik dan psikologis. Di satu sisi, remaja bergantung pada orang tua dengan mengacu pada kehidupan dan identitas mereka, di sisi lain, remaja berusaha untuk mandiri dari orang tua, untuk membangun identitas dan untuk menciptakan ruang untuk diri mereka sendiri. Selama fase transisi ini, gawai menjadi sangat diperlukan bagi remaja. Menurut hasil riset Kemenkominfo dan UNICEF tahun 2014, mengenai “Perilaku Anak dan Remaja dalam Menggunakan Internet”, setidaknya terdapat 30 juta anak-anak dan remaja di Indonesia merupakan pengguna internet.
ayo baca
Remaja tertarik pada teknologi baru dan lebih mudah terbiasa dengan pengoperasian perangkat tersebut jika dibandingkan dengan orang dewasa. Remaja mengekspresikan pemikiran mereka di dunia maya, mencoba mengikuti mode, menggunakan berbagai jenis aplikasi, menjalin hubungan dan dukungan emosional. Remaja sangat bagus dalam hal multitasking, mereka pun mengejar reaksi dan umpan balik instan (Tapscott, 2009). Ketika karakteristik ini, termasuk pencarian jadi diri pada remaja, dikombinasikan dengan kompetensi kontrol yang belum matang, mereka ditempatkan pada risiko tinggi kecanduan gawai (Chambers, 2003).
Penggunaan gawai merupakan contoh dari “paradoks teknologi” yang disebut oleh Mick dan Fournier (1998). Penggunaan gawai bisa sekaligus membebaskan dan memperbudak pada saat yang bersamaan. Gawai memberikan kita kebebasan untuk mengumpulkan informasi, berkomunikasi, dan bersosialisasi dengan cara yang hanya diimpikan sebelum ditemukannya gawai. Namun, pada saat yang sama, gawai dapat menyebabkan ketergantungan.
Sebenarnya ada banyak langkah yang bisa dilakukan untuk menyembuhkan kecanduan internet ataupun gawai. Diantaranya dengan mengurangi durasi penggunaan internet, melakukan kegiatan lain yang lebih bermanfaat dan lebih banyak bersosialisasi. Selain itu, peran orang tua sangat dibutuhkan dalam mengurangi penggunaan gawai pada remaja. Orang tua diharapkan tidak membebaskan anak begitu saja dalam menggunakan gawai. Penggunaan gawai harus tetap dikontrol dan diawasi dengan ketat.
Perusahaan penyedia jasa internet dan pemerintah, juga perlu meningkatkan keamanan konten atau melakukan proteksi sehingga dapat menjadikan dunia maya sebagai ruang yang aman dan positif bagi anak dan remaja untuk hidup dan tumbuh. Banyak anak yang tidak terlindungi dari konten negatif yang ada di internet, sebagian besar dari mereka tanpa sengaja mendapatkan pesan sembul atau mendapatkan tautan yang menyesatkan.
Selain itu, pemberian pendidikan agama yang baik juga bisa memperbaiki penggunaan internet yang berlebihan. Dalam agama Islam, kita diajarkan untuk memanfaatkan waktu dengan baik. Dengan menyadari hal tersebut, diharapkan kita dapat membatasi diri dalam menggunakan internet sehingga waktu yang kita miliki tidak terbuang percuma.
Setiap kemajuan memang memberikan efek positif dan negatif. Kita tentu tidak akan berkeberatan dengan efek yang bersifat positif. Kita hanya perlu mewaspadai dan menghindari efek yang bersifat negatif. Keberadaan internet dan gawai sebetulnya sama saja dengan media lain yang memiliki efek tertentu berkaitan dengan penggunaan. Mari kita sambut kemajuan teknologi dengan kesadaran luas akan potensi bahayanya.
ayo baca
Adisty Septiyani
Statistisi Pertama
Badan Pusat Statistik Kabupaten Bandung
Tulisan adalah kiriman netizen, isi tulisan di luar tanggung jawab redaksi.