Ini 4 Kemungkinan Penyebab Tsunami Banten Menurut Vulkanolog ITB

Mirzam Abdurachman saat melakukan penelitian dalam rangkaian Lampung Krakatau Festival Tahun 2018. (Dok. Mirzam)
AYO BACA : Tsunami Selat Sunda: Istri Ifan 'Seventeen', Dyla Sahara Dikabarkan Selamat
ayo baca
COBLONG, AYOBANDUNG.COM--Penyebab munculnya gelombang tsunami yang menyapu Pantai Anyer, Banten, hingga Cilegon dan Lampung pada 22 Desember 2018 masih menyisakan tanda tanya. Keterangan resmi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika serta Badan Geologi ESDM menyatakan ada kemungkinan pemicu tsunami adalah longsoran letusan vulkanik Gunung Anak Krakatau. Menanggapi hal tersebut, Vulkanolog Institut Teknologi Bandung, Mirzam Abdurrachman, mengatakan bahwa gelombang tsunami yang mencapai garis pantai tanpa didahului gempa atau surutnya muka laut memang menimbulkan banyak pertanyaan. Kemungkinannya bisa karena gempa tektonik, pasang purnama, letusan anak krakatau, atau tumbukan meteor di tempat tertentu. Menurutnya, sebuah gunung yang terletak di tengah laut seperti Anak Krakatau berpotensi menimbulkan tsunami volkanogenik. Terlebih, aktivitas Anak Krakatau terus meggeliat akhir-akhir ini. Anak Krakatau menghasilkan lebih dari 400 letusan kecil dalam beberapa bulan terakhir. "Tsunami volkanogenis ini bisa terbentuk karena perubahan volume laut secara tiba-tiba akibat letusan gunung api. Setidaknya ada empat mekanisme yang menyebabkan terjadinya volcanogenic tsunami, " jelas Mirzam, Senin (24/12/2018). Pertama, karena kolapsnya kolom air akibat letusan gunung api yang berada di laut. Bila dianalogikan, hal ini seperti meletuskan balon pelampung di dalam kolam yang menyebabkan riak air di sekitarnya. Kedua, pembentukan kaldera akibat letusan besar gunung api di laut yang menyebabkan perubahan kesetimbangan volume air secara tiba-tiba. Dia mencontohkan, hal ini tak ubahnya menekan gayung mandi ke bak mandi kemudian membalikannya. "Mekanisme 1 dan 2 pernah terjadi pada letusan Krakatau, tepatnya 26-27 Agustus 1883. Tsunami tipe ini seperti tsunami pada umumnya didahului oleh turunnya muka laut sebelum gelombang tsunami yang tinggi masuk ke daratan," ujarnya. Mekanisme ketiga adalah karena longsor. Material gunung api yang longsor bisa menyebabkan memicu perubahan volume air di sekitarnya. Dia menerangkan, tsunami tipe ini pernah terjadi di Gunung Unzen, Jepang pada 1972. Banyaknya korban jiwa saat itu (mencapai 15.000 jiwa) disebabkan karena pada saat yang bersamaan sedang terjadi gelombang pasang. Mekanisme keempat adalah adanya aliran piroklastik atau dikenal sebagai wedus gembel yang turun menuruni lereng dengan kecepatan tinggi saat letusan terjadi. Hal ini bisa mendorong muka air jika gunung tersebut berada di atau dekat pantai. "Tsunami tipe ini pernah terjadi saat Gunung Pelee, Martinique meletus pada 8 Mei 1902. Saat aliran piroklastik Gunung Pelle yang meluncur dan menuruni lereng akhirnya mendorong muka laut dan menghasilkan tsunami," tambahnya. Tsunami volkanogenik yang disebabkan oleh longsor atau pun aliran piroklastik umumnya akan menghasilkan tinggi gelombang yang lebih kecil dibandingkan dua penyebab sebelumnya. Meski demikian, hal ini bisa sangat merusak dan berbahaya karena tidak didahului oleh peringatan seperti surutnya muka air laut. "Diperlukan penelitian lebih lanjut buat memastikan penyebab utama Tsunami di Selat Sunda," pungkasnya.
AYO BACA : BMKG: Waspadai Hoaks Bencana Tsunami